Menciptakan kondisi alami, memicu peneliti menemukan suatu jenis bahan
bakar baru, yaitu sel bahan bakar mikroba (microbial fuel cell). Jenis
bahan bakar baru ini sekarang sedang dikembangkan tim riset NASA yang
dipimpin Dr. Bruce Rittmann, soarang profesor pada Northwestern University.
Semua jenis sel bahan bakar menghasilkan listrik, dengan memproduksi dan
mengendalikan suatu arus elektron. Sel-sel konvensional, termasuk
menggunakan pintalan dan dalam beberapa mobil prototipe, memperoleh
elektron dengan melepaskan atom hidrogen. Dalam melakukan itu, sel-sel
bahan bakar ini harus diberi persediaan hidrogen secara tetap.
Sel bahan bakar mikroba memperoleh elektron dari limbah organik. Bakteri
hidup dengan limbah sebagai bagian dari proses pencernaan mereka.
Geobacter, menurut peneliti NASA ini dapat `dibujuk` untuk menyampaikan
elektron secara langsung kepada elektroda sel bahan bakar ke dalam suatu
sirkuit. Ketika elektron dialirkan sepanjang sirkuit, mereka menghasilkan
listrik. Sel bahan-bakar mikroba ini telah dicoba di Pennsylvania
University, untuk menghasilkan listrik pada saat proses memurnikan limbah
cair domestik.
Guna membuat gagasan ini menjadi bentuk yang praktis, Prof. Rittmann
berpikir harus mempunyai suatu bentuk yang efisien dan sangat ringkas.
Bahan bakar sel tidak bisa dibentuk dengan banyak ruang dengan ukuran yang
luas. Untuk kebutuhan ini, peneliti sedang mempertimbangkan suatu sel bahan
bakar serabut yang dikemas dengan ketat, masing-masing akan merupakan suatu
sel bahan bakar dalam kemasan all in one.
Masing-masing serabut akan terdiri dari tiga lapisan, seperti tiga untai
jerami, satu di dalam serabut lainnya. Masing-masing lapisan terdiri dari
kutub positif (luar), electrolyte-membrane (tengah), dan katoda (dalam).
Saluran dari cairan limbah akan dipompa melewati lapisan luar, di mana
Geobacter dapat mengikat elektron dan memindahkannya ke kutub positif,
yaitu ke dalam sirkuit, dan kemudian diteruskan ke katoda pada lapisan dalam.
Namun, Rittmann dan timnya masih menemukan kendala mekanisme yang tepat
memindahkan elektron ke elektroda oleh mikroba yang masih lambat. Peneliti
masih harus mengetahui bagaimana membuat mekanisme ini lebih cepat dan
menghasilkan tenaga yang lebih kuat. Sampai sejauh ini peneliti memiliki
banyak gagasan, termasuk kemungkinan faktor voltase pada elektroda. Ini
adalah salah satu pertanyaan mereka yang sedang berusaha untuk dijawab.
Model pembangkit listrik mikroba itu dalam uji coba di laboratorium, saat
ini baru mampu mengisi baterai telefon seluler dan kalkulator atau
menyalakan satu lampu LED. Daya listrik yang dibangkitkan memang masih
terlalu kecil, untuk memenuhi kebutuhan rumah tangga, namun sudah memadai
untuk memenuhi kebutuhan energi listrik yang paling mendasar di zaman
teknologi komunikasi yang semakin maju.
Kita harus memanfaatkan limbah menjadi salah satu produk yang berguna.
Jadi, kenapa tidak membuat proses untuk menghasilkan energi, sebagai
penghasil energi alternatif? Dengan memproduksi listrik, sel bahan bakar
dari miroba akan menjadikan limbah jauh lebih ekonomis. Sel bahan bakar
mikroba akan mengubah bentuk, dari sesuatu yang tidak berguna menjadi
sumber daya listrik yang bermanfaat. Sampah, kenapa tidak? (Kabelan Kunia,
M.Si., PP Bioteknologi ITB)***
0 komentar:
Posting Komentar